Sekar lisong dan mahasiwa pragmatis
Menjajahkan diri kesana kemari, mencari secercah harapan untuk kelangsungan hidupnya.
Beratributkan teman sebagai alasan untuk tetap bisa menghisap asap kehidupan
Sandal jepit berlumuran tanah merah, bukti perjalannya
Clana rombang rambeng tanda tak cengeng
Rambut bernuansakan singa hutan blantara.
Dari sudut pindah kesudut sampai lupa akan cahaya untuk diraihnya
Dengan sekar lisong bukti kehidupan mahasiswa masih ada
Berargumen bak cendikia ulung
Berwacana bak ulama diburu masa
Jiwa solider meraih teman seperjuangan dalam menapakan kaki hutan pendidikan
Catut marut kehidupan dan tuntutan membuat enggan kaki melangkah menuju geraman sang ajar
Mengikuti sistem akademik haram baginya untuk di taati
Karna slalu Mengobral janji nasi basi.
Malam tiba bukan tugas dosen yang digarapnya
Namun sebatang lisong yang menemanyi dalam bersilat lidah melawan banyaknya opsi dalam diskusi
Tak peduli menang atau kalau yang jelas harus menjadi seseorang yg kontra dalam mengambil sikap
Tangannya slalu melambai. Walau hati panas karena ketidak puasan
Kakinya stabil tdk sempoyongan walau lapar dideranya.
Dengan jipo dan sebatang lisongnya lalu dibakar, untuk menutupi celah-celah lapar yang menggrogotinya
Kurcacai kecil sebagai incaran untuk diburunya
Berpangkatkan kakap, teri pun terperangkap
Bersayapkan malaikat, kurcaci larut pada tuturnya
Celah laparpun tertutupi oleh donatur jalanan
Menjadi nokturnal bukan alasan perbedaan.
Tetap Saling topang walau keterbatasan didera para kurcaci kecil mahasiswa yang hidup di lingkungan pendidikan belantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar